TWA DELENG LANCUK
Kelompok Hutan Deleng Lancuk adalah nama sebuah bukit yang berada dalam kawasan hutan Sibayak II. Hutan Lindung Deleng Lancuk pada tanggal 6 Pebruari 1989 ditunjuk menjadi Taman Wisata Alam melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.68/Kpts/II/1989 seluas 435 hektar. Di kaki selatan terdapat danau seluas kurang lebih 100 Hektar, yang dikenal dengan nama Danau Lau Kawar. Keindahan alam dengan kombinasi alam berbukit dengan air yang berwarna biru. Berdasarkan administratif pemerintahan, TWA Deleng Lancuk berada di Desa Kuta Gugung Kecamatan Naman Teran, Kabupaten Karo dengan luas 435 hektar. Pengelolaan TWA Deleng Lancuk berada pada Seksi Konservasi Wilayah I Sidikalang Bidang KSDA Wilayah I Kabanjahe, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara.
Tumbuhan yang terdapat di Taman Wisata Alam Deleng Lancuk ini didominasi oleh jenis Keliung (Quercus sp), Ficus sp,Bambu, Rotan dan tanaman hias seperti anggrek juga menghiasi Taman Wisata Alam ini. Disuatu tempat juga dijumpai paya-paya (tanah gambut terapung) yang ditumbuhi rumput-rumputan dan semak belukar yang menjadi tempat merumput bagi rusa. Jenis-jenis satwa liar yang mendiami Taman Wisata Alam ini adalah Rusa (cervus unicolor), Owa (Hylobates moloch), Musang (Paradoxurus hermaprodicus) dan Burung Enggang (Buceros sp). Satwa-satwa liar ini sudah jarang dijumpai karena sifat alaminya yang takut dengan manusia. Potensi lainnya berupa potensi wisata alam berupa danau. Danau ini merupakan salah satu pintu gerbang utaa para pendaki untuk mencapai punak Sinabung yang memiliki ketinggian 2.451 meter mdpl. Deleng (bukit) Lancuk yang berada di sekitar Danau Lau Kawar bisa juga menjadi jalur tracking yang menawan bagi para pelancong yang tak ingin bersusah payah mendaki Sinabung. Tanah lapang disekitar danau dapat menjadi tempat favorit untuk menginap mendirikan tenda selama pendakian ke Gunung Sinabung. Selain itu terdapat potensi pengembangan pusat pendidikan konservasi. Keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa yang tinggi pada kawasan ini dapat dikembangkan sebagai pusat pendidikan konservasi bagi anak usia sekolah.
Posted in Taman Wisata Alam by Umi Chaniago with no comments yet.
TWA HOLIDAY RESORT
Taman Wisata Alam Holiday Resort merupakan wilayah konservasi Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara yang penetapannya sebagai kawasan hutan konservasi dilakukan pada Tahun 1990 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 695/Kpts-II/90 tanggal 27 Nopember 1990 dengan luas 1.963,75 hektar. Menimbang kawasan Taman Wisata Alam Holiday Resort memiliki keunikan khusus karena lokasinya yang dikelilingi perkebunan sawit dan dilalui jalan tembus yang menghubungkan Cikampak dengan Bagan Batu yang sarat oleh kegiatan lalu lintas pengangkutan hasil perkebunan dan kehutanan. Potensi besar lainya adalah bentangan alam yang indah dan keberadaan Pusat Latihan Gajah Holiday Resort, sehingga sangat tepat dijadikan tempat tujuan wisata.
Secara geografis Taman Wisata Alam Holiday Resort terletak pada 1000 15’ 50’’ – 1000 12’ 30’’ Bujur Timur dan 10 37’ – 10 40’ 50’’ Lintang Utara. Sedangkan secara administratif terletak di Desa Aek Raso, Kecamatan Torgamba, Kabupaten Labuhan Batu, Propinsi Sumatera Utara. Luas Kawasan Taman Wisata Alam Holiday Resort berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 695/Kpts-II/90 tanggal 27 Nopember 1990 adalah 1.963,75 hektar, tetapi saat ini lebih dari 90% dari luas kawasan sudah dirambah dan dijadikan perladangan, perkebunan, pemukiman dan lain-lain.
Taman Wisata Alam Holiday Resort sudah telah mengalami perambahan secara besar-besaran yaitu mencapai lebih dari 90%, sehingga flora yang ada di dalam kawasan sangatlah terbatas jenisnya dan didominasi oleh tanaman perkebunan dan perladangan yang ditanam oleh perambah yaitu berupa kelapa sawit, karet, singkong, pisang dan ubi rambat. Sedangkan flora yang tersisa di dalam kawasan (kurang dari 10% lahan yang tersisa merupakan Pusat Latihan Gajah Holiday Resort) adalah tanaman sisa-sisa perambahan seperti Mahoni, Ekaliptus, Acasia, Sengon dan beberapa batang tanaman Jati Putih. Kawasan Taman Wisata Alam Holoday Resort yang sebalumnya merupakan hutan skunder sampai saat ini meninggalkan sedikit potensi untuk berkembangnya beberapa fauna yang didukung oleh adanya sumber mata air di dalam kawasan. Satwa lain yang hidup di kawasan adalah antara lain Monyet, Rusa (Cervus unicolor), Babi Hutan (Sus sp), Elang (Fam: Accipitridae) dan beberapa jenis ular phyton. Kawasan Taman Wisata Alam Holiday Resort selain memiliki potensi flora dan fauna juga memiliki potensi lain yang bisa dikembangkan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan dalam pengelolaan kawasan Taman Wisata Alam, meskipun potensinya sangat terbatas. Potensi sumber daya alam TWA Holiday Resort yang bisa dimanfaatkan diantaranya panorama alam (bentang alam), potensi wisata yang didukung dengan keberadaan Pusat Latihan Gajah Holiday Resort.
Posted in Taman Wisata Alam by Umi Chaniago with no comments yet.
TWA LAU DEBUK-DEBUK
Pada awalnya kawasan ini memiliki status Cagar Alam berdasarkan keputusan Raja Deli tanggal 30 Desember 1924, yang kemudian dirubah statusnya menjadi taman wisata alam melalui surat keputusan Menteri Pertanian nomor 320/Kpts/Um/5/1980 tanggal 9 Mei 1980 dengan luas 7 hektare. Pada kawasan taman wisata ini terdapat sumber mata air panas yang mengandung belerang. Potensi kawasan ini sangat baik untuk dikembangkan sebagai pusat rekreasi, pendidikan, pariwisata dan budaya yang kemudian kawasan Cagar Alam ini diubah menjadi Hutan Wisata. Kawasan TWA Lau Debuk-debuk secara administratif pemerintahan berada di Desa Doulu Kecamatan Berastagi, Kabupaten Tanah Karo. Pengelolaan TWA Lau Debuk-debuk berada dibawah pengelolaan Seksi Konservasi Wilaya I Sidikalang, Bidang KSDA Wilayah I Kabanjahe, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara. Desa terdekat dengan kawasan TWA Lau Debuk-debuk adalah Desa Doulu,Kecamatan Berastagi, Kabupaten Tanah Karo yang memiliki ± 2088 KK dengan luas desa 3,5 (BPS, 2009). Letaknya yang berada d jalur lintas propinsi Medan – Aceh membuat daerah ini agak lebih maju kebudayaannya termasuk juga kelengkapan sarana prasarana pendukung kehidupan seperti tempat peribadatan, sarana kesehatan dan pendidikan. Masyarakat setempat menganggap kawasan TWA Lau Debuk-debuk sebagai tempat keramat/disucikan. Pada hari-hari tertentu masyarakat karo penganut aliran kepercayaan (animisme) melalukan acara erpangir (mandi bersihkan diri dengan air bunga). Penganut kepercayaan ini lebih dikenal dengan sebutan “Kalak Pemena”.
Jenis-jenis vegetasi yang terdapat dalam kawasan TWA Lau Debuk-debuk adalah Pinus merkusii, Altingia exels, Schima wallichii, manglitia glauca, Dacridyum junghunii, Quercus benetti, Ficus fistulosa, Euginea sp, Ochrosia sp, Pteleccarpus lampongus. Jenis fauna asli yang mendiami TWA Lau Debuk-debuk adalah burung kutilang, murai jalak, tupai, monyet ekor panjang, musang, dan ular sawah. Potensi lainnya adalah potensi jasa lingkungan dan wisata alam. Letaknya yang berada di kaki Gunung Sibayak, TWA Lau Debuk-debuk dekat dengan sumber panas bumi yang juga dimanfaatkan oleh pihak swasta untuk mengelola aliran panas bumi (geothermal). Pemandian air panas dan sumber pengobatan alternatif untuk berbagai penyakit kulit menambah deretan potensi jasa lingkungan yang dihasilkan kawasan ini selain pemandangan alam yang indah, udara segar dan sejuk. Selain itu potensi keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa yang tinggi pada kawasan ini perlu diteliti dan dikembangkan mengingat kekhasan kawasan ini sebagai kawasan dataran tinggi pegunungan selain sebagai tempat untuk pegunungan selain sebagai tempat untuk rekreasi alam/ekowisata.
Posted in Taman Wisata Alam by Umi Chaniago with no comments yet.
TWA SIBOLANGIT
Pada tahun 1914 atas prakarsa DR.J.C. Koningbenger didirikan Kebun Raya (Botanical Garden) Sibolangit oleh Tuan J.A Lorzing sebgai cabang dari Kebun Raya Bogor. Selanjutnya pada tanggal 24 Mei 1934 dengan SK.Z.B No.85/PK, Kebun Raya diubah statusnya menjadi Cagar Alam. Pada tahun 1980 berdasarkan SK Menteri Pertanian No.636/Kpts/Um/1980 sebagian Cagar Alam seluas 24,85 Ha diubah statusnya menjadi TWA. Sibolangit,Mengingat kawasan ini memiliki pemandangan alam yang indah, pohon-pohon yang rimbun, bunga-bunga serta burung-burung yang menarik. Secara administratif pemerintah TWA. Sibolangit terletak di Desa Sibolangit kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara sedangkan secara geografis TWA Sibolangit terletak antara 98o36’36” – 98o36’56” Bujur Timur dan 3o17’50” – 3o18’39” Lintang Utara seluas 24,85 hektar. Taman Wisata Alam Sibolangit berada pada wilayah kerja Seksi Konservasi Wilayah II Stabat, Bidang KSDA Wilayah I Kabanjahe, Balai Besar Sumber Daya Alam Sumatera Utara.
Flora yang tumbuh di kawasan ini sebagian jenis asli dan sebagian berasal dari luar (tanaman eksotik). Tanaman dari luar umumnya terdiri dari pohon yang besar dengan diameter lebih kurang 1 meter, seperti jenis Sonokembang (Dalbergia latifolia), Angsana (Pterocarpus indicus), dan Kelenjar (Samanea saman), sedangkan jenis tanaman asli adalah Meranti (Shorea sp), Manggis (Garcia sp), Kenanga, Kulit Manis, 30 spesies Ficus, 20 jenis Kecing (Quercus sp), palm, pinang, dan mira. Tanaman bawah atau ground cover yang dipakai sebagai pembatas jalan setapak pada umumnya didominasi jenis Anthurium dari famili Aracaceae. Di TWA. Sibolangit juga ditemukan salah satu tumbuhan yang tergolong langka dan mempunyai daya tarik tersendiri yaitu bunga bangkai (Amorphophallus titanium). Jenis tumbuhan bawah lainnya yang dapat dijumpai di dalam TWA Sibolangit adalah berbagai jenis paku-pakuan, talas hutan, rumput, jamur, dan anggrek hutan. Potensi yang tak kalah menariknya adalah tanaman obat. Inventarisasi yang dilakukan tahun 2000 menyebutkan bahwa terdapat 89 jenis tanaman obat-obatan. Tanaman obat-obatan yang dapat juga dimanfaatkan sebagai tanaman hias antara lain Bunga Tiga Lapis (Calanthe veratrifolia), Tungkil-tungkil (Dendrobium crumenatum), Selembar Sebulan (Vervolia argoana), Pinang Pendawar (Didysmosperma pophyrocarpum), Paku loncat (Pteris enceformis), dan jenis lainnya. Jenis fauna yang sering dijumpai adalah kera (Macaca fascularis), lutung (Presbytis sp), burung kutilang (Pycnonotus aurigaster), elang bido (Spilornis cheela), kacer, srigunting (Dicrurus sp), dan satwa lainnya seperti : babi hutan (Sus scrofa), kancil, kus-kus, ular phyton (Pyton reticulatus), kadal (Mabayu multifasciatus), biawak (Varanus salvator), rangkong (Famili bucerotidae). Potensi lainnya adalah pengembangan pendidikan lingkungan dan pusat penelitian potensi tumbuhan yang bagus merupakan modal bagi kegiatan pendidikan lingkungan di TWA Sibolangit. Selain itu terdapat pengembangan ekowisata. Kebutuhan masyarakat perkotaan akan suasana alam yang asri dapat ditemukan di Taman Wisata Alam Sibolangit dimana jaraknya yang tidak terlalu jauh dari kota Medan. Penyebaran informasi dan promosi kawasan TWA. Sibolangit akan terus dilakukan dengan cara mengadakan pameran, membuat leaflet/booklet, sosialisasi ke media massa dan sebagainya.
Posted in Taman Wisata Alam by Umi Chaniago with no comments yet.
TWA SICIKE-CIKE
Penetapan dan Penunjukan Kawasan hutan Adion Tinjoan berdasarkan GB tanggal 9 September 1933 Nomor 47 bagian II Sub I register 67 seluas 19.780 Ha. Proses penataan batas selesai dilaksanakan pada tanggan 13 Oktober 1934 dengan tanda/pal batas 225 buah dan jalan batas yang merupakan batas luar kawasan sepanjang 118 (Bappeda Dairi 2010). Kawasan Hutan Adian Tinjoan (Register 67) terketak disebelah Selatan Kabupaten Dairi dan merupakan batas dengan Kabupaten Pakpak Barat, berada diantara Kecamatan Parbuluan dan Sitinjo Kabupaten Dairi. Kawasan Hutan Adian Tinjoan sebagai Hutan Produksi Tetap seluas 7.337 Ha dan Hutan wisata Danau Sicike Cike 575 Ha. Berdasarkan peta hutan kawasan Propinsi Dati I Sumatera Utara lampiran Surat Keputusan Menteri Pertanian No.923/Kpts-Um/12/1982 Kelompok Hutan Danau Sicike Cike di Kabupaten Dati II Dairi telah ditunjuk sebagai Hitan Produksi Terbatas. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.78/Kpts-II/1989 pada tanggal 7 Pebruari 1989 tentang Perubahan Fungsi Hutan Produksi Terbatas Danau Sicike Cike seluas 575 Ha yang termasuk di Kabupaten Dati II Dairi, Propinsi Dati I Sumatera Utara menjadi Hutan Wisata.
Secara administratif pemerintahan, TWA Sicike Cike terletak di Desa Lae Hole I dan Desa Lae Hole II kecamatan Perbuluan Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak Bharat (pemekaran kabupaten Dairi). Secara geografis terletak antara 98o20’-98o 30’ BT dan 2o 35’-2o 41’ LU. Secara administratif pemangkuan kawasan TWA Sicike Cike termasuk ke dalam wilayah Seksi Konservasi Wilayah I Sidikalang, Bidang KSDA Wilayah I Kabanjahe Balai Besar KSDA Sumatera Utara.
Tumbuhan asli yang terdapat di Taman Wisata Alam Sicike-cike adalah jenis Sampinur tali, Sampinur Bunga, Haundolog dan Kemenyan. Tanaman hias seperti anggrek dan kantung semar sangat mudah dijumpai di Taman Wisata Alam ini. Selain itu juga terdapat Rotan, bebrapa jenis pakis, paku-pakuan, liana dan lain-lain. Jenis-jenis satwa liar yang mendiami Taman Wisata Alam ini adalah Siamang, Musang (Paradoxurus hermaprodicus), Itik Liar, Burung Enggang (Buceros sp) dan jenis lainnya. Satwa-satwa yang mudah dijumpai adalah burung-burung dan serangga terutama kupu-kupu. Potensi lainnya adalah potensi wisata berupa Sungai Lae Pandaro dengan airnya yang cokelat serta udara yang sejuk adalah sambutan pertama saat mencapai pintu masuk taman wisata ini. Jalan berliku dan basah menuju danau ini merupakan salah satu jalur tracking yang menawan bagi para pelancong yang ingin menjelajahi TWA Sicike Cike. Bersampan di danau dan pengamatan flora fauna juga dapat menjadi salah satu pilihan dalam berwisata di kawasan ini. Potensi keunikan lainnya adalah terdapat 4 buah danau yang airnya tidak pernah bertambah dan juga berkurang meskipun musim penghujan maupun musim kemarau. Dari ke 4 danau ini juga tidak dijumpai adanya aliran air/anak sungai yang menjadi sumber pasokan air. Hal yang serupa adalah tidak adanya aliran air keluar dari danau. Selain itu salah satu danaunya merupakan tempat upacara adat setempat. Potensi keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa yang tinggi merupakan obyek penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Posted in Taman Wisata Alam by Umi Chaniago with no comments yet.
TWA SIJABA HUTAGINJANG
Secara administratif pemerintahan, TWA Sijaba Hutaginjang berada di tiga desa yaitu Desa Silando, Huta Ginjang dan Desa Sitanggor, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara. Kawasan ini berada pada ketinggian 960 – 1095 meter dpl dan berada sekitar 4 km dari tepian Danau Toba yang merupakan salah satu keunikan dunia. Kawasan TWA Sijaba Hutaginjang yang berada di atas Danau Toba ini terdiri dari dua fragmen/kelompok kawasan hutan dengan total luas ± 500 Ha. Namun kedua kawasan tersebut menjadi satu kesatuan yang disebut dengan Taman Wisata Alam Sijaba Hutaginjang dan menjadi satu pengelolaan.
Kawasan Taman Wisata Alam Sijaba Hutaginjang berada di Kecamatan Muara yang tergolong masih berpenduduk jarang, mengingat dari data statistik tahun 2001, Kecamatan ini memiliki kepadatan sebesar ± 5 jiwa/km², dimana luas Kecamatan yang berada di pinggiran Danau Toba ini adalah 117,65 km². Sebagian besar penduduk Kecamatan Muara terutama yang berada di sekitar kawasan Taman Wisata Alam Sijaba Hutaginjang menggantungkan hidupnya dari bertani, baik bertani di sawah, ladang palawija, maupun kebun tanaman keras. Bertani di ladang basah (sawah) tanaman utama adalah padi dan bawang merah. Sedangkan palawijanya yang menjadi primadona adalah kacang tanah, jagung, ubi jalar dan ubi kayu/singkong. Untuk tanaman keras yang menjadi andalan dari kebun adalah kopi, kemiri dan kelapa. Interaksi masyarakat sekitar kawasan dengan Taman Wisata Alam Sijaba Hutaginjang cenderung tinggi. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya salah satu badan usaha dalam bentuk koperasi yang melakukan kegiatan budidaya tanaman karet di dalam kawasan tanpa ijin. Selain hal tersebut, masyarakat di sekitar kawasan apresiasinya terhadap konservasi sumber daya alam cukup bagus, dibuktikan dengan harapan agar kawasan Taman Wisata Alam Sijaba Hutaginjang segera dikelola dan mampu memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar yang sebagian besar berpendapatan rendah. Hal tersebut di atas kemungkinan salah satu dampak dari lahan yang margin sehingga pendapatan masyarakat dari hasil bumi rendah. Dengan demikian, diharapkan ada alternatif pendapatan masyarakat yang bersumber dari luar bercocok tanam, misalnya dari pengembangan pariwisata alam. Keinginan masyarakat untuk segera dikembangkannya pengelolaan dengan membangun sarana prasarana wisata hasil dari melihat saudara mereka yang berada di Parapat yang mampu mengantungkan hidup dari usaha di bidang pariwisata.
Tanaman pioner yang berupa pinus-pinusan yang banyak terdapat pada dataran tinggi, semak, kaliandra, ilalang dan sebagainya mendominasi kawasan ini akibat kurangnya pasokan unsur hara dan rendahnya kelengasan tanah. Namun pada bagian sisi Barat Laut dari Kawasan Hutaginjang terdapat sekelompok tanaman Pinus/Tusam (Pinus merkusii). Menilik dari rendahnya jenis tanaman habitus pohon, maka kawasan Taman Wisata Alam Sijaba Hutaginjang dapat sebagai lahan penunjang budidaya tanaman Pinus, dan perlu dikembangkan arboretum sebagai lokasi koleksi berbagai tanaman, dengan mempertimbangkan faktor fisik Taman Wisata Alam Sijaba Hutaginjang, sehingga mampu membantu dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan. Tanaman semak dan perdu di kawasan ini membuka peluang menjadi habitat berbagai jenis serangga untuk berkembang biak. Sesuai kaidah piramida makanan, ada sumber pakan maka akan ada predator. Oleh karena itu kawasan yang menjadi habitat serangga ini juga menjadi habitat bagi burung – burung kecil pemakan biji serta serangga. Selain itu juga terdapat burung Elang karena di kawasan ini juga terdapat binatang kecil pengerat seperti tikus, juga beberapa jenis reptil. Menilik dari fauna yang ada di dalam kawasan, Taman Wisata Alam Sijaba Hutaginjang membuka peluang untuk dikembangkan sebagai lahan penelitian bagi ekosistem dataran tinggi dengan iklim kering, serta penelitian bagi berbagai jenis serangga dan burung kecil pemangsa serangga/biji. Selain hal tersebut juga peluang pengembangan wisata pengamatan burung. Alternatif lain adalah membangun kebun burung yang mampu menampung berbagai jenis burung yang berada di Taman Wisata Alam Sijaba Hutaginjang, sehingga mampu menjadi daya tarik dan sumber gen berbagai jenis burung dari dataran tinggi. Oleh karena itu diperlukan mitra untuk berpartisipasi mewujudkan hal tersebut.
TWA Sijaba Hutaginjang berada pada areal yang belum mengalami pencemaran udara; berada dalam deretan Pegunungan Bukit Barisan; berada pada ketinggian di atas 900 mdpl, maka kawasan ini akibat ketiga hal tersebut memiliki udara yang sejuk dan suasana yang tenang. Selain hal tersebut, kawasan ini juga berpotensi untuk dikembangkan karena potensi lain yang dimiliki kawasan ini seperti obyek wisata sekitar kawasan. Berkaitan dengan upaya pengembangan kepariwisataan alam, potensi yang penting adalah letak kawasan ini yang berdekatan dengan obyek wisata lain yaitu yang berada di radius 10 – 15 km adalah lokasi panorama Hutaginjang, dari lokasi ini kita dapat memandang bebas Pulau Samosir, Pantai Balige, Pantai Muara dan areal persawahan di pinggiran Danau Toba. Selain itu juga berdekatan dengan Istana Sisingamangaraja, Tobak gulu-gulu, dan tempat makam Raja Sisingamangaraja ke XII. Terdapat rencana pengembangan Pulau Pardepur/Sibandang, untuk dijadikan pusat wisata dan hiburan ekslusif oleh Pemerintah Kabupaten Toba Samosir yang berada ± 4 km dari kawasan. Merupakan bagian dari jalur wisata Danau Toba (Parapat)–Tarutung–Sipirok–Taman Nasional Batang Gadis–Sumatera Barat. Selain itu Tapanuli juga merupakan daerah yang memiliki keunikan tinggi di Sumatera Utara, baik karena kultur budayanya maupun karena sumber daya alam yang dimiki. Oleh karena itu dari masa ke masa, Tapanuli khususnya Kabupaten Tapanuli Utara telah banyak dikunjungi oleh pengunjung dari berbagai daerah bahkan dari berbagai negara. Mereka melakukan kunjungan ke Tapanuli Utara dalam rangka pengembangan usaha dan untuk rekreasi. Pengunjung manca negara dalam satu tahun yang terdata rata rata antara 100 – 200. Menilik tingginya pengunjung yang datang ke Tapanuli Utara sebenarnya juga merupakan potensi untuk pengembangan TWA Sijaba Hutaginjang.
Posted in Taman Wisata Alam by Umi Chaniago with no comments yet.