CA DOLOK TINGGI RAJA

Cagar Alam Dolok Tinggi Raja yang terletak di Desa Dolok Merawa Kecamatan Dolok Kabupaten Simalungun merupakan kawasan konservasi yang telah dilindungi sejak tahun 1924 melalui keputusan bersama Raja-raja Simalungun yang dituangkan dalam bentuk Keputusan Zeelfbestuur Besluit No. 24 tanggal 18 April 1924 bersama-sama dengan keputusan perlindungan cagar alam lainnya yaitu Cagar Alam Batu Gajah. Cagar Alam Dolok tinggi Raja terletak didalam kawasan Hutan Lindung Sianak-anak I + II. Kawasan Hutan Lindung ini ditetapkan masing-masing tahun 1916 dan 1918. Karena keunikan yang dimiliki areal Cagar Alam Dolok Tinggi Raja ini, maka dengan keputusan Zelfbestuur Besluit ZB tanggal 18 April 1924 Nomor 24 resmi menjadi cagar alam dengan nama “Cagar Alam Dolok Tinggi Raja”. Unsur-unsur penetapan kawasan ini menjadi cagar alam adalah geologistik, aestetica, dan botanis. Ekosistem Cagar Alam Dolok Tinggi Raja secara administrasi pemerintahan terletak di Desa Dolok Merawa kecamatan Silau Kahean Kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara. Berdasarkan administratif pengelolaan hutan konservasi, Cagar Alam Dolok Tinggi Raja terletak di Bidang Wilayah Konservasi Wilayah I (berkedudukan di Kabanjahe), Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara. Berdasarkan letak pada daerah aliran sungai (DAS) maka Cagar Alam Dolok Tinggi Raja terletak dalam DAS Sei Wampu Ular. Secara geografis Cagar Alam Dolok Tinggi Raja terletak di antara 3º 08’ s/d 3º 09’ Lintang Utara dan 98º 46’ 30˝ s/d 98º 48’ 30˝ bujur timur. Berdasarkan letak pada ketinggian diatas permukaan laut (dpl) maka Cagar Alam Dolok Tinggi Raja terletak pada ketinggian  sampai dengan 450m dpl.  Cagar Alam ini terletak diantara desa Dolok Merawa dan dusun Bahoan.

Flora yang tumbuh di kawasan ini adalah merupakan komposisi hutan primer dari tegakan tinggi sampai tumbuhan bawah hidup di sana. Adapun tegakan yang mendominasi sekarang adalah jenis kayu kempas Kempas (Kompassia sp), Kenari (Canarium sp), Hoting (Quercus sp), Meranti (Shorea sp), Ketapang (Termenalia katapa), manggis-manggisan (Garcinia sp), dll. Sedangkan pada daerah yang dekat dengan sumber air panas pada bekas endapan kapur, tumbuhan yang mampu hidup adalah kelompok Ficus, jambu-jambuan, pandan, araucaria, bambu, pakis dan paku, jenis anggrek serta tumbuhan merambat lain seperti kantung semar (Nephentes sp), liana, hoya sp dan lainnya. Pada umumnya tumbuhan yang yang hidup diatas endapan kapur mudah tumbang dikarenakan humus yang tipis pada lapisan atas saja, perakarannya tidak sampai ke dalam tanah sebab bawahnya merupakan tanah kapur. Penetapannya merupakan habitat penting bagi satwa Siamang (Hylobathes sp), Rusa (Cervus unicolor), Kambing Hutan Sumatera (Capricornis sumatrensis) sehingga perlu dijaga dan dibina kelestariannya untuk ilmu pengetahuan dan pendidikan.  Satwa lain yang hidup di kawasan adalah antara lain, Kancil (Tragulus napu), Kijang, Harimau Loreng, Beruang dan lain-lain.

Kawasan Cagar Alam Dolok Tinggi Raja selain memiliki potensi kenekaragaman flora dan fauna juga memiliki potensi lain yang bisa dikembangkan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan dalam pengelolaan kawasan suaka margasatwa. Potensi sumber daya alam Cagar Alam Dolok Tinggi Raja yang bisa dimanfaatkan diantaranya panorama alam berupa sumber mata air panas , endapan kapur, danau laparan yang mata airnya dari air panas lewat bawah tanah yang juga mengandung belerang, kesejukan udara pegunungan, keunikan, keindahan alam serta mutu kondisi lingkungan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Selain keanekaragaman tersebut masih banyak lagi potensi yang ada terutama potensi wisata, karena panorama alamnya yang indah dan adanya sumber air panas tersebut yang mengalir ke sungai Bah Balakbak sehingga keadaan airnya ada yang panas, hangat dan dingin yang menjadi tujuan wisata untuk mandi disana. Lokasi ini sampai saat ini masih sering dikunjungi oleh wisatawan lokal setiap hari libur. Bahkan Pada akhir september 2003 telah dilakukan penelitian tumbuhan oleh Tim dari LIPI Kebun Raya Bogor yang mengoleksi tumbuhan khas Cagar Alam Dolok Tinggi Raja, dari hasil penelitian tersebut terdapat ±  70 jenis anggrek, ratusan jenis tumbuhan di bawah, puluhan jenis liana dan puluhan jenis pohon besar yang mendominasi di kawasan tersebut. Bunga bangkai pernah di temukan di CA Dolok Tinggi Raja. Banyak manfaat tumbuhan yang ada di kawasan Cagar Alam Dolok Tinggi Raja yang dapat dijadikan bahan obat tradisional oleh masyarakat setempat.


Posted in Cagar Alam by with no comments yet.

CA DOLOK SIPIROK

Kelompok hutan Dolok Sipirok ditetapkan sebagai Cagar Alam pada tahun 1982 oleh Menteri Pertanian berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 226/Kpts/Um/4/1982 tanggal 8 April 1982.  dengan luas areal 6.970 Ha. Sebelum ditetapkan sebagai cagar alam, kelompok hutan Dolok Sipirok merupakan Hutan Lindung (Register 10). Letak Cagar Alam Dolok Sipirok berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian tersebut berada di Kecamatan Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan. Namun berdasarkan kondisi di lapangan sebagian kawasan Cagar Alam Dolok Sipirok berada di Desa Simangumban Kecamatan Pahae Jae Kabupaten Tapanuli Utara. Sejalan dengan semangat otonomi daerah, di Kabupaten Tapanuli Utara terdapat pemekaran kecamatan. Desa Simangumban dan beberapa desa di sekitarnya berubah menjadi satu kecamatan yakni Kecamatan Simangumban, sehingga letak Cagar Alam Dolok Sipirok saat ini berada di Kecamatan Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kecamatan Simangumban Kabupaten Tapanuli Utara Propinsi Sumatera Utara.

Sebagai Cagar Alam, kelompok hutan Dolok Sipirok tersebut  merupakan perwakilan tipe vegetasi hutan hujan tropika yang ditumbuhi pohon jenis pinus khas Tapanuli, Antur mangan (Casuarina sumatrana), Sampinur bungan (Podocarpus imbricatus) dan Sampinur tali (Dacridius junghunii), dan merupakan habitat satwa liar baik yang telah dilindungi maupun belum dilindungi Undang-undang, sperti Harimau loreng (Panthera tigris sumatraensis), Kijang (Muntiacus muntjak), Siamang (Hylobates tab), Imbo (Hylobates sindactylus), Enggang (Fuceros licornis), Elang, Punai, dan lain-lain. Dalam kawasan Cagar Alam Dolok Sipirok terdapat panorama alam, dimana bentuk topografinya ada yang menyerupai dinding raksasa yang bagian puncaknya tersusun oleh lapisan serasah dan akar kayu serta dapat memandang hamparan hutan di Cagar Alam Dolok Sipirok. Disisi lain terdapat air terjun tujuh tingkat di daerah aliran Sungai Sipahabang yang keadaan hutannya masih benar-benar asli, karena jalan setapak menuju lokasi belum ada sehingga sulit dijangkau.


Posted in Cagar Alam by with no comments yet.

CA DOLOK SIBUAL-BUALI

Hutan Dolok Sibual-buali ditetapkan menjadi Kawasan Hutan Dolok Sibual-buali seluas 5.000 ha  Nomor Register 3 dengan Government Besluit No.6 tanggal 5 Januari 1920. Selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.923/Kpts/Um/12/1982 tanggal 27 Desember 1982 tentang Penunjukan Areal Hutan di wilayah Propinsi Sumatera Utara seluas 3.780.132,02 ha sebagai kawasan hutan, bahwa kawasan hutan Dolok Sibual-buali berfungsi sebagai hutan lindung. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 215/Kpts/Um/14/1982 tanggal 8 April 1982 telah ditetapkan Kawasan Hutan Register 3 Dolok Sibual-buali sebagai kawasan cagar alam dengan luas 5.000 ha. Berdasarkan Keputusan Gubernur Sumatera Utara No.650/458/BPSU/V/97 tanggal 31 Maret 1997 tentang pemaduserasian RTRWP dan TGHK Propinsi Sumatera Utara, kawasan hutan Dolok Sibual-buali tetap dipertahankan sebagai kawasan suaka alam.  Berdasarkan Peraturan Daerah Sumatera Utara Nomor 7 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Sumatera Utara tahun 2003-2018, kawasan hutan Dolok Sibual-buali tetap dipertahankan sebagai kawasan suaka alam. Setelah beralih fungsi menjadi Cagar Alam, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.215/Kpts/Um/14/1982 tanggal 8 April 1982, maka Cagar Alam Dolok Sibual-buali Register 3 memiliki luas 5.000 hektar.

Ekosistem Cagar Alam (CA) Dolok Sibual-buali secara administrasi pemerintahan terletak di 3 (tiga) wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Sipirok, Kecamatan Padang Sidempuan Timur dan Kecamatan Marancar Kabupaten Tapanuli Selatan Propinsi Sumatera Utara. Sedangkan berdasarkan wilayah pengelolaan hutan termasuk dalam wilayah kerja Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah III yang berkedudukan di Padangsidempuan, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara. Cagar Alam Dolok Sibual-buali secara geografis terletak pada koorninat 01°0’ – 01°37’ Lintang Utara dan 99°11’15” – 99°17’55” Bujur Timur.  Cagar Alam Dolok Sibual-buali terletak pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Barumun.  Berdasarkan letak pada ketinggian di atas permukaan laut (dpl) maka Cagar Alam Dolok Sibual-buali terletak pada ketinggian 750 s/d 1.819 m dpl.

Hingga saat ini masih banyak jenis tumbuhan yang terdapat di dalam Cagar Alam Dolok Sibual-buali, beberapa jenis diantaranya merupakan jenis komersil seperti jenis meranti-merantian.  Demikian juga jenis-jenis anggrek baik anggrek tanah maupun anggrek pohon, masih banyak dijumpai di dalam kawasan ini. Berdasarkan hasil survey identifikasi tanaman obat-obatan tahun 2002 oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara, terdapat lebih dari 107 jenis tumbuhan obat-obatan yang terdapat di dalam Cagar Alam Dolok Sibual-buali dan daerah sekitarnya. Berdasarkan hasil kegiatan Eksplorasi Flora Nusantara yang dilaksanakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) UPT Kebun Raya Indonesia pada tahun 1999 telah diidentifikasi pada tingkat jenis sebanyak 18 jenis non anggrek dan 19 jenis anggrek. Berbagai jenis satwa terdapat di Cagar Alam Dolok Sibual-Buali, beberapa jenis diantaranya dilindungi seperti Mawas (Pongo obelli), Siamang (Hylobates sindactylus), Kambing Hutan (Capricornis sumatrensis), Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrensis), Kuau (Argosianus argus), Rusa (Cervus sp), dll.


Posted in Cagar Alam by with no comments yet.

CA DOLOK SAUT

Kawasan Cagar Alam Dolok Saut ditetapkan menjadi menjadi Cagar Alam dengan Kronologis Sejarah sebagai berikut :

  1. Hutan Dolok Saut direncanakan sebagai hutan tutupan (pelindung) berdasarkan surat No. 673/70 Tanggal 28 Juli 1922;
  2. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 923/Kpts/Um/12/1982 tanggal 27 Desember 1982 tentang Penunjukkan Areal Hutan di Wilayah Propinsi Sumatera Utara Seluas 3.780.132,02 ha sebagai Kawasan Hutan, bahwa Kawasan Hutan Dolok Saut Register 19 berfungsi sebagai suaka alam dengan status cagar alam;
  3. Berdasarkan GB. No. 36 Tanggal 4 Pebruari 1922 telah ditetapkan Kawasan Hutan Dolok Saut sebagai kawasan cagar alam (natuur monument) dengan luas 39 ha;
  4. Berdasarkan Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. 650/458/BPSU/V/97 tanggal 31 Maret 1997 tentang Pemaduserasian RTRWP dan TGHK Propinsi Sumatera Utara, Kawasan Hutan Dolok Saut tetap dipertahankan sebagai kawasan suaka alam;
  5. Berdasarkan Peraturan Daerah Sumatera Utara No. 7 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Sumatera Utara Tahun 2003-2018, Kawasan Hutan Dolok Saut tetap dipertahankan sebagai kawasan suaka alam;
  6. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara No. 21 Tahun 2001 Tahun tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tapanuli Utara Tahun  2001-2011, Cagar Alam Dolok Saut juga tetap dipertahankan sebagai kawasan suaka alam.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan beberapa jenis tumbuhan yang terdapat di Cagar Alam Dolok Saut untuk seluruh stratum pertumbuhan (semai, pancang, tiang, dan pohon) antara lain adalah Anturmangan (Dacrydium junghuhni), Hapas-hapas (Exbucklandia populnea RW), Sihondung, dan Hoting (Quercus sp.).  Namun di Cagar Alam Dolok Saut sangat sedikit dijumpai jenis-jenis anggrek baik anggrek tanah maupun anggrek pohon. Di dalam Cagar Alam Dolok Saut dapat dijumpai beberapa jenis satwa, beberapa jenis diantaranya dilindungi seperti Siamang (Hylobates sindactylus), Kambing hutan (Capricornis sumatrensis), Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrensis) dan Kuau (Argosianus argus)


Posted in Cagar Alam by with no comments yet.

CA BATU GINURIT

Cagar Alam Batu Ginurit ditetapkan dengan Keputusan Zelfbestuur Besluit (ZB) dari Kerajaan Negeri Bilah No.390 tanggal 6 Nopember 1934, seluas + 0,50 hektar. Dinamakan Batu Ginurit yang sesuai dengan namanya berarti batu yang dicoret-coret atau ditulisi dengan cara menggoreskan suatu benda pada dinding batu untuk menulis atau menggambar tanda-tanda.  Diperkirakan yang membuat tanda tersebut adalah orang batak jaman dulu.  Namun sampai saat ini belum diketahui apakah tulisan pada dinding batu tersebut ada hubungannya dengan salah satu kerajaan pada waktu itu.  Masyarakat sekitar masih menganggap lokasi Cagar Alam Batu Ginurit adalah suci dan dihormati oleh masyarakat sehingga tidak ada yang berani datang ke lokasi tersebut.  Tulisan pada dinding batu ini mempunyai kesamaan dengan yang terdapat pada Cagar Alam Aek Liang Balik yang terletak sebelah barat + 15 km dari Cagar Alam Batu Ginurit.

Ekosistem Cagar Alam (CA) Batu Ginurit secara administrasi pemerintahan terletak di wilayah Desa Bandar Durian Kecamatan Aek Natas Kabupaten Labuhan Batu Propinsi Sumatera Utara. Sedangkan berdasarkan wilayah pengelolaan Cagar Alam Batu Ginurit termasuk dalam wilayah kerja Bidang Wilayah Konservasi Sumber Daya Alam II yang berkedudukan di Pematangsiantar, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara. Cagar Alam Batu Ginurit secara geografis terletak pada koordinat 02°25’ Lintang Utara dan 99°12’ Bujur Timur.  Cagar Alam Batu Ginurit terletak di luar kawasan hutan. Hutan yang ada jauh di sebelah utara kawasan berupa hutan lindung termasuk kelompok hutan Dolok Alastonga.

Flora yang hidup di kawasan ini adalah dari tumbuhan merambat dan semak belukar jenis Compositae, senduduk, lengit, daun kupu-kupu, turi, rumpun bambu, formasi rotan dan liana. Berbagai jenis fauna terdapat di Cagar Alam Batu Ginurit, beberapa jenis diantaranya dilindungi seperti babi hutan, musang, ular kecil, bajing, burung-burung kecil, babi hutan, kelelawar, rusa, beruk, pergam, dan lain-lain.


Posted in Cagar Alam by with no comments yet.

CA BATU GAJAH

Batu Gajah awal mulanya ditetapkan sebagai tanah larangan (Natuurmonument) oleh raja-raja Simalungun melalui Zelfbestuur Besluit 1924 No. 24 tanggal 16 April 1924 sebagaimana salinan naskah yang terdapat pada lampiran dengan luas areal 0,80 ha yang diapit oleh Bah Kisat dan Bah Sipinggan. Dalam perkembangannya Batu Gajah saat ini dikenal sebagai Cagar Alam Batu Gajah yang termasuk dalam wilayah kerja Bidang Wilayah Konservasi Sumber daya Alam I Kabanjahe, Balai Besar KSDA (Konservasi Sumber Daya Alam) Sumatera Utara. Kawasan Cagar Alam Batu Gajah terletak antara 99o01’35” – 99o01’45” BT dan 02o47’30” – 02o47’33” LU dan secara administrasi pemerintahan Cagar Alam Batu Gajah terletak di Dusun Pematang Desa Negeri Dolok Kecamatan Dolok Panribuan Kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara. Potensi utamanya adalah peninggalan sejarah berupa relief dan patung yang berbentuk binatang. Berdasarkan penelitian Susilawati (2002) dari  Balai Arkeologi Medan, peninggalan sejarah tersebut termasuk situs megalitik.

Di dalam kawasan Cagar Alam Batu Gajah terdapat berbagai jenis vegetasi, mulai dari semak, perdu hingga pepohonan dengan tipe ekosistem hutan pegunungan kering yang didominasi oleh tumbuhan daun jarum. Beberapa jenis diantaranya adalah : Tusam (Pinus merkusii), Terap (Arthocarpus sp), Pulai (Alstonia scolaris), Mahang-mahangan (Macarangan sp), Aren (Arenga sp), Bambu (Bambussa sp), Pakis-pakisan, Silopak bunga, Illalang (Imperrata sylindrica), Semak/tumbuhan perdu lainnya. Fauna yang dapat dilihat baik di dalam maupun di sekitar kawasan Cagar Alam antara lain adalah berbagai jenis burung, seperti : Burung Elang (Accipitrida sp), Burung Pelatuk (Dinopium sp), Burung Murai Batu, Burung Pipit, Burung Pergam, Burung Kutilang, Siamang (Symphalangus syndactilus) , Tikus tanah. Juga terdapat ular sawah mengingat di sekitar kawasan terdapat sawah, Jenis mamalia kecil, musang, Tupai (Sundasciurus sp), Babi hutan, kera dan jenis burung tekukur.


Posted in Cagar Alam by with no comments yet.

TWA DELENG LANCUK

Kelompok Hutan Deleng Lancuk adalah nama sebuah bukit yang berada dalam kawasan hutan Sibayak II. Hutan Lindung Deleng Lancuk pada tanggal 6 Pebruari 1989 ditunjuk menjadi Taman Wisata Alam melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.68/Kpts/II/1989 seluas 435 hektar. Di kaki selatan terdapat danau seluas kurang lebih 100 Hektar, yang dikenal dengan nama Danau Lau Kawar. Keindahan alam dengan kombinasi alam berbukit dengan air yang berwarna biru. Berdasarkan administratif pemerintahan, TWA Deleng Lancuk berada di Desa Kuta Gugung Kecamatan Naman Teran, Kabupaten Karo dengan luas 435 hektar. Pengelolaan TWA Deleng Lancuk berada pada Seksi Konservasi Wilayah I Sidikalang Bidang KSDA Wilayah I Kabanjahe, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara.

Tumbuhan yang terdapat di Taman Wisata Alam Deleng Lancuk ini didominasi oleh jenis Keliung (Quercus sp), Ficus sp,Bambu, Rotan dan tanaman hias seperti anggrek juga menghiasi Taman Wisata Alam ini. Disuatu tempat juga dijumpai paya-paya (tanah gambut terapung) yang ditumbuhi rumput-rumputan dan semak belukar yang menjadi tempat merumput bagi rusa. Jenis-jenis satwa liar yang mendiami Taman Wisata Alam ini adalah Rusa (cervus unicolor), Owa (Hylobates moloch), Musang (Paradoxurus hermaprodicus) dan Burung Enggang (Buceros sp). Satwa-satwa liar ini sudah jarang dijumpai karena sifat alaminya yang takut dengan manusia. Potensi lainnya berupa potensi wisata alam berupa danau. Danau ini merupakan salah satu pintu gerbang utaa para pendaki untuk mencapai punak Sinabung yang memiliki ketinggian 2.451 meter mdpl. Deleng (bukit) Lancuk yang berada di sekitar Danau Lau Kawar bisa juga menjadi jalur tracking yang menawan bagi para pelancong yang tak ingin bersusah payah mendaki Sinabung. Tanah lapang disekitar danau dapat menjadi tempat favorit untuk menginap mendirikan tenda selama pendakian ke Gunung Sinabung. Selain itu terdapat potensi pengembangan pusat pendidikan konservasi. Keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa yang tinggi pada kawasan ini dapat dikembangkan sebagai pusat pendidikan konservasi bagi anak usia sekolah.


Posted in Taman Wisata Alam by with no comments yet.

TWA HOLIDAY RESORT

Taman Wisata Alam Holiday Resort merupakan wilayah konservasi Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara yang penetapannya sebagai kawasan hutan konservasi dilakukan pada Tahun 1990 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 695/Kpts-II/90 tanggal 27 Nopember 1990 dengan luas 1.963,75 hektar. Menimbang kawasan Taman Wisata Alam Holiday Resort memiliki keunikan khusus karena lokasinya yang dikelilingi perkebunan sawit dan dilalui jalan tembus yang menghubungkan Cikampak dengan Bagan Batu yang sarat oleh kegiatan lalu lintas pengangkutan hasil perkebunan dan kehutanan.  Potensi besar lainya adalah bentangan alam yang indah dan keberadaan Pusat Latihan Gajah Holiday Resort, sehingga sangat tepat dijadikan tempat tujuan wisata.

Secara geografis Taman Wisata Alam Holiday Resort terletak pada 1000 15’ 50’’ – 1000 12’ 30’’ Bujur Timur dan 10  37’ – 10 40’ 50’’ Lintang Utara.  Sedangkan secara administratif terletak di Desa Aek Raso, Kecamatan Torgamba, Kabupaten Labuhan Batu, Propinsi Sumatera Utara. Luas Kawasan Taman Wisata Alam Holiday Resort berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 695/Kpts-II/90 tanggal 27 Nopember 1990 adalah 1.963,75 hektar, tetapi saat ini lebih dari 90% dari luas kawasan sudah dirambah dan dijadikan perladangan, perkebunan, pemukiman dan lain-lain.

Taman Wisata Alam Holiday Resort sudah telah mengalami perambahan secara besar-besaran yaitu mencapai lebih dari 90%, sehingga flora yang ada di dalam kawasan sangatlah terbatas jenisnya dan didominasi oleh tanaman perkebunan dan perladangan yang ditanam oleh perambah yaitu berupa kelapa sawit, karet, singkong, pisang dan ubi rambat. Sedangkan flora yang tersisa di dalam kawasan (kurang dari 10% lahan yang tersisa merupakan Pusat Latihan Gajah Holiday Resort) adalah tanaman sisa-sisa perambahan seperti Mahoni, Ekaliptus, Acasia, Sengon dan beberapa batang tanaman Jati Putih. Kawasan Taman Wisata Alam Holoday Resort yang sebalumnya merupakan hutan skunder sampai saat ini meninggalkan sedikit potensi untuk berkembangnya beberapa fauna yang didukung oleh adanya sumber mata air di dalam kawasan.  Satwa lain yang hidup di kawasan adalah antara lain Monyet, Rusa (Cervus unicolor), Babi Hutan (Sus sp), Elang (Fam: Accipitridae) dan beberapa jenis ular phyton.  Kawasan Taman Wisata Alam Holiday Resort selain memiliki potensi flora dan fauna juga memiliki potensi lain yang bisa dikembangkan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan dalam pengelolaan kawasan Taman Wisata Alam, meskipun potensinya sangat terbatas. Potensi sumber daya alam TWA Holiday Resort  yang bisa dimanfaatkan diantaranya panorama alam (bentang alam), potensi wisata yang didukung dengan keberadaan Pusat Latihan Gajah Holiday Resort.


Posted in Taman Wisata Alam by with no comments yet.

TWA LAU DEBUK-DEBUK

Pada awalnya kawasan ini memiliki status Cagar Alam berdasarkan keputusan Raja Deli tanggal 30 Desember 1924, yang kemudian dirubah statusnya menjadi taman wisata alam melalui surat keputusan Menteri Pertanian nomor 320/Kpts/Um/5/1980 tanggal 9 Mei 1980 dengan luas 7 hektare. Pada kawasan taman wisata ini terdapat sumber mata air panas yang mengandung belerang. Potensi kawasan ini sangat baik untuk dikembangkan sebagai pusat rekreasi, pendidikan, pariwisata dan budaya yang kemudian kawasan Cagar Alam ini diubah menjadi Hutan Wisata. Kawasan TWA Lau Debuk-debuk secara administratif pemerintahan berada di Desa Doulu Kecamatan Berastagi, Kabupaten Tanah Karo. Pengelolaan TWA Lau Debuk-debuk berada dibawah pengelolaan Seksi Konservasi Wilaya I Sidikalang, Bidang KSDA Wilayah I Kabanjahe, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara. Desa terdekat dengan kawasan TWA Lau Debuk-debuk adalah Desa Doulu,Kecamatan Berastagi, Kabupaten Tanah Karo yang memiliki ± 2088 KK dengan luas desa 3,5  (BPS, 2009). Letaknya yang berada d jalur lintas propinsi Medan – Aceh membuat daerah ini agak lebih maju kebudayaannya termasuk juga kelengkapan sarana prasarana pendukung kehidupan seperti tempat peribadatan, sarana kesehatan dan pendidikan. Masyarakat setempat menganggap kawasan TWA Lau Debuk-debuk sebagai tempat keramat/disucikan. Pada hari-hari tertentu masyarakat karo penganut aliran kepercayaan (animisme) melalukan acara erpangir (mandi bersihkan diri dengan air bunga). Penganut kepercayaan ini lebih dikenal dengan sebutan “Kalak Pemena”.

Jenis-jenis vegetasi yang terdapat dalam kawasan TWA Lau Debuk-debuk adalah Pinus merkusii, Altingia exels, Schima wallichii, manglitia glauca, Dacridyum junghunii, Quercus benetti, Ficus fistulosa, Euginea sp, Ochrosia sp, Pteleccarpus lampongus. Jenis fauna asli yang mendiami TWA Lau Debuk-debuk adalah burung kutilang, murai jalak, tupai, monyet ekor panjang, musang, dan ular sawah. Potensi lainnya adalah potensi jasa lingkungan dan wisata alam. Letaknya yang berada di kaki Gunung Sibayak, TWA Lau Debuk-debuk dekat dengan sumber panas bumi yang juga dimanfaatkan oleh pihak swasta untuk mengelola aliran panas bumi (geothermal). Pemandian air panas dan sumber pengobatan alternatif untuk berbagai penyakit kulit menambah deretan potensi jasa lingkungan yang dihasilkan kawasan ini selain pemandangan alam yang indah, udara segar dan sejuk. Selain itu potensi keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa yang tinggi pada kawasan ini perlu diteliti dan dikembangkan mengingat kekhasan kawasan ini sebagai kawasan dataran tinggi pegunungan selain sebagai tempat untuk pegunungan selain sebagai tempat untuk rekreasi alam/ekowisata.


Posted in Taman Wisata Alam by with no comments yet.

TWA SIBOLANGIT

Pada tahun 1914 atas prakarsa DR.J.C. Koningbenger didirikan Kebun Raya (Botanical Garden) Sibolangit oleh Tuan J.A Lorzing sebgai cabang dari Kebun Raya Bogor. Selanjutnya pada tanggal 24 Mei 1934 dengan SK.Z.B No.85/PK, Kebun Raya diubah statusnya menjadi Cagar Alam. Pada tahun 1980 berdasarkan SK Menteri Pertanian No.636/Kpts/Um/1980 sebagian Cagar Alam seluas 24,85 Ha diubah statusnya menjadi TWA. Sibolangit,Mengingat kawasan ini memiliki pemandangan alam yang indah, pohon-pohon yang rimbun, bunga-bunga serta burung-burung yang menarik. Secara administratif pemerintah TWA. Sibolangit terletak di Desa Sibolangit kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara sedangkan secara geografis TWA Sibolangit terletak antara 98o36’36” – 98o36’56” Bujur Timur dan 3o17’50” – 3o18’39” Lintang Utara seluas 24,85 hektar. Taman Wisata Alam Sibolangit berada pada wilayah kerja Seksi Konservasi Wilayah II Stabat, Bidang KSDA Wilayah I Kabanjahe, Balai Besar Sumber Daya Alam Sumatera Utara.

Flora yang tumbuh di kawasan ini sebagian jenis asli dan sebagian berasal dari luar (tanaman eksotik). Tanaman dari luar umumnya terdiri dari pohon yang besar dengan diameter lebih kurang 1 meter, seperti jenis Sonokembang (Dalbergia latifolia), Angsana (Pterocarpus indicus), dan Kelenjar (Samanea saman), sedangkan jenis tanaman asli adalah Meranti (Shorea sp), Manggis (Garcia sp), Kenanga, Kulit Manis, 30 spesies Ficus, 20 jenis Kecing (Quercus sp), palm, pinang, dan mira. Tanaman bawah atau ground cover yang dipakai sebagai pembatas jalan setapak pada umumnya didominasi jenis Anthurium dari famili Aracaceae. Di TWA. Sibolangit juga ditemukan salah satu tumbuhan yang tergolong langka dan mempunyai daya tarik tersendiri yaitu bunga bangkai (Amorphophallus titanium). Jenis tumbuhan bawah lainnya yang dapat dijumpai di dalam TWA Sibolangit adalah berbagai jenis paku-pakuan, talas hutan, rumput, jamur, dan anggrek hutan. Potensi yang tak kalah menariknya adalah tanaman obat. Inventarisasi yang dilakukan tahun 2000 menyebutkan bahwa terdapat 89 jenis tanaman obat-obatan. Tanaman obat-obatan yang dapat juga dimanfaatkan sebagai tanaman hias antara lain Bunga Tiga Lapis (Calanthe veratrifolia), Tungkil-tungkil (Dendrobium crumenatum), Selembar Sebulan (Vervolia argoana), Pinang Pendawar (Didysmosperma pophyrocarpum), Paku loncat (Pteris enceformis), dan jenis lainnya. Jenis fauna yang sering dijumpai adalah kera (Macaca fascularis), lutung (Presbytis sp), burung kutilang (Pycnonotus aurigaster), elang bido (Spilornis cheela), kacer, srigunting (Dicrurus sp), dan satwa lainnya seperti : babi hutan (Sus scrofa), kancil, kus-kus, ular phyton (Pyton reticulatus), kadal (Mabayu multifasciatus), biawak (Varanus salvator), rangkong (Famili bucerotidae). Potensi lainnya adalah pengembangan pendidikan lingkungan dan pusat penelitian potensi tumbuhan yang bagus merupakan modal bagi kegiatan pendidikan lingkungan di TWA Sibolangit. Selain itu terdapat pengembangan ekowisata. Kebutuhan masyarakat perkotaan akan suasana alam yang asri dapat ditemukan di Taman Wisata Alam Sibolangit dimana jaraknya yang tidak terlalu jauh dari kota Medan. Penyebaran informasi dan promosi kawasan TWA. Sibolangit akan terus dilakukan dengan cara mengadakan pameran, membuat leaflet/booklet, sosialisasi ke media massa dan sebagainya.


Posted in Taman Wisata Alam by with no comments yet.

TWA SICIKE-CIKE

Penetapan dan Penunjukan Kawasan hutan Adion Tinjoan berdasarkan GB tanggal 9 September 1933 Nomor 47 bagian II Sub I register 67 seluas 19.780 Ha. Proses penataan batas selesai dilaksanakan pada tanggan 13 Oktober 1934 dengan tanda/pal batas 225 buah dan jalan batas yang merupakan batas luar kawasan sepanjang 118 (Bappeda Dairi 2010). Kawasan Hutan Adian Tinjoan (Register 67) terketak disebelah Selatan Kabupaten Dairi dan merupakan batas dengan Kabupaten Pakpak Barat, berada diantara Kecamatan Parbuluan dan Sitinjo Kabupaten Dairi. Kawasan Hutan Adian Tinjoan sebagai Hutan Produksi Tetap seluas 7.337 Ha dan Hutan wisata Danau Sicike Cike 575 Ha. Berdasarkan peta hutan kawasan Propinsi Dati I Sumatera Utara lampiran Surat Keputusan Menteri Pertanian No.923/Kpts-Um/12/1982 Kelompok Hutan Danau Sicike Cike di Kabupaten Dati II Dairi telah ditunjuk sebagai Hitan Produksi Terbatas. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.78/Kpts-II/1989 pada tanggal 7 Pebruari 1989 tentang Perubahan Fungsi Hutan Produksi Terbatas Danau Sicike Cike seluas 575 Ha yang termasuk di Kabupaten Dati II Dairi, Propinsi Dati I Sumatera Utara menjadi Hutan Wisata.

Secara administratif pemerintahan, TWA Sicike Cike terletak di Desa Lae Hole I dan Desa Lae Hole II kecamatan Perbuluan Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak Bharat (pemekaran kabupaten Dairi). Secara geografis terletak antara 98o20’-9830’ BT dan 235’-2o  41’ LU. Secara administratif pemangkuan kawasan TWA Sicike Cike termasuk ke dalam wilayah Seksi Konservasi Wilayah I Sidikalang, Bidang KSDA Wilayah I Kabanjahe Balai Besar KSDA Sumatera Utara.

Tumbuhan asli yang terdapat di Taman Wisata Alam Sicike-cike adalah jenis Sampinur tali, Sampinur Bunga, Haundolog dan Kemenyan. Tanaman hias seperti anggrek dan kantung semar sangat mudah dijumpai di Taman Wisata Alam ini. Selain itu juga terdapat Rotan, bebrapa jenis pakis, paku-pakuan, liana dan lain-lain. Jenis-jenis satwa liar yang mendiami Taman Wisata Alam ini adalah Siamang, Musang (Paradoxurus hermaprodicus), Itik Liar, Burung Enggang (Buceros sp) dan jenis lainnya. Satwa-satwa yang mudah dijumpai adalah burung-burung dan serangga terutama kupu-kupu. Potensi lainnya adalah potensi wisata berupa Sungai Lae Pandaro dengan airnya yang cokelat serta udara yang sejuk adalah sambutan pertama saat mencapai pintu masuk taman wisata ini. Jalan berliku dan basah menuju danau ini merupakan salah satu jalur tracking yang menawan bagi para pelancong yang ingin menjelajahi TWA Sicike Cike. Bersampan di danau dan pengamatan flora fauna juga dapat menjadi salah satu pilihan dalam berwisata di kawasan ini. Potensi keunikan lainnya adalah terdapat 4 buah danau yang airnya tidak pernah bertambah dan juga berkurang meskipun musim penghujan maupun musim kemarau. Dari ke 4 danau ini juga tidak dijumpai adanya aliran air/anak sungai yang menjadi sumber pasokan air. Hal yang serupa adalah tidak adanya aliran air keluar dari danau. Selain itu salah satu danaunya merupakan tempat upacara adat setempat. Potensi keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa yang tinggi merupakan obyek penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.


Posted in Taman Wisata Alam by with no comments yet.

TWA SIJABA HUTAGINJANG

Secara administratif pemerintahan, TWA Sijaba Hutaginjang berada di tiga desa yaitu Desa Silando, Huta Ginjang dan Desa Sitanggor, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara. Kawasan ini berada pada ketinggian 960 – 1095 meter dpl dan berada sekitar 4 km dari tepian Danau Toba yang merupakan salah satu keunikan dunia. Kawasan TWA Sijaba Hutaginjang yang berada di atas Danau Toba ini terdiri dari dua fragmen/kelompok kawasan hutan dengan total luas ± 500 Ha. Namun kedua kawasan tersebut menjadi satu kesatuan yang disebut dengan Taman Wisata Alam Sijaba Hutaginjang dan menjadi satu pengelolaan.

Kawasan Taman Wisata Alam Sijaba Hutaginjang berada di Kecamatan Muara yang tergolong masih berpenduduk jarang, mengingat dari data statistik tahun 2001, Kecamatan ini memiliki kepadatan sebesar ± 5 jiwa/km², dimana luas Kecamatan yang berada di pinggiran Danau Toba ini adalah 117,65 km². Sebagian besar penduduk Kecamatan Muara terutama yang berada di sekitar kawasan Taman Wisata Alam Sijaba Hutaginjang menggantungkan hidupnya dari bertani, baik bertani di sawah, ladang palawija, maupun kebun tanaman keras. Bertani di ladang basah (sawah) tanaman utama adalah padi dan bawang merah. Sedangkan palawijanya yang menjadi primadona adalah kacang tanah, jagung, ubi jalar dan ubi kayu/singkong. Untuk tanaman keras yang menjadi andalan dari kebun adalah kopi, kemiri dan kelapa. Interaksi masyarakat sekitar kawasan dengan Taman Wisata Alam Sijaba Hutaginjang cenderung tinggi. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya salah satu badan usaha dalam bentuk koperasi yang melakukan kegiatan budidaya tanaman karet di dalam kawasan tanpa ijin. Selain hal tersebut, masyarakat di sekitar kawasan apresiasinya terhadap konservasi sumber daya alam cukup bagus, dibuktikan dengan harapan agar kawasan Taman Wisata Alam Sijaba Hutaginjang segera dikelola dan mampu memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar yang sebagian besar berpendapatan rendah. Hal tersebut di atas kemungkinan salah satu dampak dari lahan yang margin sehingga pendapatan masyarakat dari hasil bumi rendah. Dengan demikian, diharapkan ada alternatif pendapatan masyarakat yang bersumber dari luar bercocok tanam, misalnya dari pengembangan pariwisata alam. Keinginan masyarakat untuk segera dikembangkannya pengelolaan dengan membangun sarana prasarana wisata hasil dari melihat saudara mereka yang berada di Parapat yang mampu mengantungkan hidup dari usaha di bidang pariwisata.

Tanaman pioner yang berupa pinus-pinusan yang banyak terdapat pada dataran tinggi, semak, kaliandra, ilalang dan sebagainya mendominasi kawasan ini akibat kurangnya pasokan unsur hara dan rendahnya kelengasan tanah. Namun pada bagian sisi Barat Laut dari Kawasan Hutaginjang terdapat sekelompok tanaman Pinus/Tusam (Pinus merkusii). Menilik dari rendahnya jenis tanaman habitus pohon, maka kawasan Taman Wisata Alam Sijaba Hutaginjang dapat sebagai lahan penunjang budidaya tanaman Pinus, dan perlu dikembangkan arboretum sebagai lokasi koleksi berbagai tanaman, dengan mempertimbangkan faktor fisik Taman Wisata Alam Sijaba Hutaginjang, sehingga mampu membantu dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan. Tanaman semak dan perdu di kawasan ini membuka peluang menjadi habitat berbagai jenis serangga untuk berkembang biak. Sesuai kaidah piramida makanan, ada sumber pakan maka akan ada predator. Oleh karena itu kawasan yang menjadi habitat serangga ini juga menjadi habitat bagi burung – burung kecil pemakan biji  serta serangga. Selain itu juga terdapat burung Elang karena di kawasan  ini  juga  terdapat  binatang  kecil  pengerat seperti tikus, juga beberapa jenis reptil. Menilik dari fauna yang ada di dalam kawasan, Taman Wisata Alam Sijaba Hutaginjang membuka peluang untuk dikembangkan sebagai lahan penelitian bagi ekosistem dataran tinggi dengan iklim kering, serta penelitian bagi berbagai jenis serangga dan burung kecil pemangsa serangga/biji. Selain hal tersebut juga peluang pengembangan wisata pengamatan burung. Alternatif lain adalah membangun kebun burung yang mampu menampung berbagai jenis burung yang berada di Taman Wisata Alam Sijaba Hutaginjang, sehingga mampu menjadi daya tarik dan sumber gen berbagai jenis burung dari dataran tinggi. Oleh karena itu diperlukan mitra untuk berpartisipasi mewujudkan hal tersebut.

TWA Sijaba Hutaginjang berada pada areal yang belum mengalami pencemaran udara; berada dalam deretan Pegunungan Bukit Barisan; berada pada ketinggian di atas 900 mdpl, maka kawasan ini akibat ketiga hal tersebut memiliki udara yang sejuk dan suasana yang tenang. Selain hal tersebut, kawasan ini juga berpotensi untuk dikembangkan karena potensi lain yang dimiliki kawasan ini seperti obyek wisata sekitar kawasan. Berkaitan dengan upaya pengembangan kepariwisataan alam, potensi yang penting adalah letak kawasan ini yang berdekatan dengan obyek wisata lain yaitu yang berada di radius 10 – 15 km adalah lokasi panorama Hutaginjang, dari lokasi ini kita dapat memandang bebas Pulau Samosir, Pantai Balige, Pantai Muara dan areal persawahan di pinggiran Danau Toba. Selain itu juga berdekatan dengan Istana Sisingamangaraja, Tobak gulu-gulu, dan tempat makam Raja Sisingamangaraja ke XII. Terdapat rencana pengembangan Pulau Pardepur/Sibandang, untuk dijadikan pusat wisata dan hiburan ekslusif oleh Pemerintah Kabupaten Toba Samosir yang berada ± 4 km dari kawasan. Merupakan bagian dari jalur wisata Danau Toba (Parapat)–Tarutung–Sipirok–Taman Nasional Batang Gadis–Sumatera Barat. Selain itu Tapanuli juga merupakan daerah yang memiliki keunikan tinggi di Sumatera Utara, baik karena kultur budayanya maupun karena sumber daya alam yang dimiki. Oleh karena itu dari masa ke masa, Tapanuli khususnya Kabupaten Tapanuli Utara telah banyak dikunjungi oleh pengunjung dari berbagai daerah bahkan dari berbagai negara. Mereka melakukan kunjungan ke Tapanuli Utara dalam rangka pengembangan usaha dan untuk rekreasi. Pengunjung manca negara dalam satu tahun yang terdata rata rata antara 100 – 200. Menilik tingginya pengunjung yang datang ke Tapanuli Utara sebenarnya juga merupakan potensi untuk  pengembangan TWA Sijaba Hutaginjang.


Posted in Taman Wisata Alam by with no comments yet.

WISATA EKOLING MTS MIFTAHUSSALAM MEDAN KE TWA SIBOLANGIT

Sibolangit, 20 Agustus 2018

Masih dalam suasana Peringatan Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) Tahun 2018 serta Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke 73, kembali  Taman Wisata Alam (TWA) Sibolangit dikunjungi  161 orang siswa/siswi Sekolah MTs Miftahussalam Medan didampingi 13 guru pembimbing pada hari Sabtu 18 Agustus 2018.

Rombongan dipimpin langsung Kepala Sekolah Miftahussalam Medan Ibu Ruhama, S.Pd.I dan Ketua rombongan sekaligus Guru Romi Aswandi Sinaga. Ruhama, S.Pd.I menjelaskan bahwa kegiatan kunjungan TWA Sibolangit adalah dalam rangka wisata sambil belajar tentang Pengelompokan Jenis-jenis Tumbuhan Monokotil atau Dikotil. Diharapkan dengan kegiatan pembelajaran ini siswa/siswi dapat lebih mengenal tumbuhan monokotil dan dikotil melalui praktek langsung dilapangan (TWA. Sibolangit)

Kegiatan yang berlangsung selama 2 (dua) jam, dimulai dari pukul 09.30 dan berakhir pada pukul 11.30 wib, mendapat sambutan dan respon yang baik dari seluruh peserta siswa/siswi MTs Miftahussalam Medan. Proses pembelajaran dengan praktek langsung dilapangan menyenangkan bagi peserta. Di lapangan peserta  didampingi oleh 6 Petugas Resort CA/TWA Sibolangit, masing-masing Zakia Sheila Paradilla S.KH, Drh Tia Zalia Btb, Musim Ketaren, Mastria Ivit Jawak, Sangap, Samuel Siahaan, SP.

Diakhir kegiatan   Kepala Resort Konservasi Wilayah CA/TWA Sibolangit, Samuel Siahaan, SP mewakili Balai Besar KSDA Sumatera Utara, menyerahkan berbagai bahan/materi informasi berupa : Buletin Beo Nias, Buku tentang konservasi, Booklet, DVD Kawasan TWA Sibolangit dan Stiker. Pada kesempatan itu  Kepala Resort  juga mempersilahkan para Siswa yang ingin berkunjung kembali  ke TWA Sibolangit untuk belajar lebih dalam lagi tentang potensi keanekaragaman hayati di kawasan TWA Sibolangit.

Saat berbincang dengan Kepala Sekolah MTs Miftahussalam Medan, Kepala Resort CA/TWA Sibolangit mensosialisasikan Program Pendidikan dan Penyuluhan KSDA yang sedang dikembangkan di TWA Sibolangit sebagai bagian dari Dokumen Pelaksanaan Role Model BBKSDASU Tahun 2018 ini.

“Keberlanjutan Role model Pengembangan TWA Sibolangit untuk Edukasi Konservasi dan Lingkungan (EKOLING) sangat diperlukan kerjasama dengan para stakeholder. Kerjasama itu dimulai dari tingkatan Sekolah Dasar  sampai Sekolah Menengah Atas,” ujar Samuel Siahaan.

Pada akhir Acara Kepala Sekolah MTs Miftahussalam Medan berharap segera terjalin kerjasama  dan segera mungkin tim BBKSDASU datang berkunjung kesekolah MTs Miftahussalam Medan dan pihak sekolah siap menfasilitasinya. (Samuel Siahaan/PEH Pertama).


Posted in Blog by with no comments yet.

BUAYA SINYULONG PENGANGGU WARGA AEK NATAS

Pematangsiantar, 14 Agustus 2018

Bermula pada Sabtu tanggal 11 Agustus 2018, tim Balai Besar KSDA Sumatera Utara mendapatkan laporan tentang keberadaan satu individu Buaya Sinyulong (Tomistoma schlegelii). Buaya Sinyulong ini kerap menampakkan diri di aliran sungai Aek Natas Kelurahan Bandar Durian Kecamatan Aek Natas Kabupaten Labuhan Batu Utara dan mengganggu warga yang sedang mandi serta memancing.

Selanjutnya tim Penanganan Konflik Satwa dan Manusia Balai Besar KSDA Sumatera Utara dari Bidang KSDA Wilayah II Pematangsiantar segera menindaklanjuti laporan tersebut. Tim bekerjasama dengan personil Koramil dan Kepolisian Sektor Aek Natas serta warga Kelurahan Bandar.

Setelah melakukan berbagai upaya akhirnya warga berhasil menangkap Buaya Sinyulong yang berjenis kelamin betina dengan panjang 3 meter, dan diamankan oleh Kepala Dusun. Pada hari itu juga Kepala Dusun menyerahkannya kepada Balai Besar KSDA Sumatera Utara guna penanganan dan proses tindak lanjut.

Buaya Sinyulong berhasil dievakuasi tim dalam kondisi hidup dan dititipkan di Taman Margasatwa Medan Zoo. Sampai saat ini Buaya Sinyulong dirawat dan ditangani secara khusus oleh tim pengelola Taman Margasatwa Medan Zoo. (Presli)


Posted in Blog by with no comments yet.

PERINGATAN HKAN 2018 BALAI BESAR KSDA SUMATERA UTARA

Sibolangit, 10 Agustus 2018

Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) merupakan salah satu momentum peringatan lingkungan hidup di indonesia. Peringatan HKAN ini pertama kali diselenggarakan pada tanggal 10 Agustus 2009, melalui penetapan Presiden RI dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 Tahun 2009.

Penyelenggaraan Peringatan HKAN dimaksudkan sebagai upaya kampanye dan sosialisai kepada masyarakat luas akan pentingnya konservasi alam bagi kehidupan serta kesejahteraan umat manusia. Disamping itu, juga, untuk mengedukasi masyarakat agar ikut serta (berperan aktif) dalam menjaga dan menyelamatkan ekosistem alam.

Pada tahun ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kembali menyelenggarakan peringatan Hari Konservasi Alam Nasional, dengan mengangkat tema “Harmonisasi Alam dan Budaya”. Tema ini dapat juga dimaknai sebagai gerakan nasional yang mensinkronkan/mensinergikan berbagai potensi budaya termasuk kearifan lokal guna mendukung upaya-upaya konservasi alam.

Khusus untuk Propinsi Sumatera Utara, Balai Besar KSDA Sumatera Utara menyelenggarakan peringatan HKAN Tahun 2018, dengan melaksanakan berbagai kegiatan (Road to HKAN) yang sudah dimulai dari bulan Juli 2018, seperti : pelepasliaran (release)  satwa liar pada tanggal 12 Juli 2018 di kawasan TWA Sicike-cike Kabupaten Dairi, Kegiatan visit ti school team Bidang Konservasi Wilayah II Pematangsiantar masing-masing ke SMP Negri 3 Muara Kabupaten Tapanuli Utara pada tanggal 21 Juli 2018 dan SD Negri No. 095186 Tanjung Dolok Kecamatan Girsang Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun pada tanggal 31 Juli 2018.

Kemudian penyerahan dua individu Orangutan Sumatera (Pongo abelii) dari masyarakat Kabupaten Dairi yang dititipkan melalui Taman Hewan Pematangsiantar ke Pusat Karantina Orangutan Sumatera (PKOS) Batu Mbelin Sibolangit pada tanggal 2 Agustus, aksi bersih kawasan TWA Sibolangit bernama Kelompok Sadar Wisata Sibolangit Berseri pada tanggal 29 Juli 2018, 5 Agustus 2018 dan 8 Agustus 2018, serta Lomba Lagu Hari Konservasi Alam Nasional  (HKAN) dan Pentas Seni Budaya (Lagu/Tarian) pada tanggal 9 Agustus 2018.

Puncak HKAN  Tahun 2018 dilaksanakan di Taman Wisata Alam Sibolangit pada tanggal 10 Agustus 2018 dengan berbagai kegiatan, seperti : Pentas Seni Budaya, Launching Program pendidikan dan penyuluhan KSDA Tahun ke 2, penyerahan burung dilindungi berupa satu individu Kakak Tua Jambul Kuning (Cacatua galerita) dan satu individu Elang Bondol (Haliastur indus) dari warga pematangsiantar ke pusat penyelamatan satwa (PPS) Sibolangit, penyerahan obsetan Beo Nias dari masyarakat melalui lembaga Indonesia Species Concervation Program (ISCP) dan pelepasan burung serta penyerahan hadiah kepada pemenang lomba lagu HKAN dan pentas seni budaya.

Kepala Balai Besar KSDA Sumatera Utara Dr. Ir. Homauli Sianturi,M.Sc,For, dalam sambutannya menyatakan bahwa kegiatan peringatan HKAN Tahun 2018 kali ini Balai Besar KSDA Sumut didukung oleh lembaga mitra, Kelompok Sadar Wisata Alam Sibolangit Berseri, dan masyarakat, termasuk dari kalangan generasi muda, dengan harapan semangat “Harmonisasi Alam dan Budaya” dapat di implementasikan dalam upaya konservasi di tengah-tengah masyarakat.

Lebih lanjut Kepala Balai Besar KSDA Sumatera Utara menjelaskan, disamping itu momen HKAN Tahun 2018 juga dijadikan sebagai ajang promosi kawasan TWA Sibolangit sebagai salah satu role model pengembangan untuk wisata edukasi konservasi dan lingkungan (ekoling) melalui kegiatan pembangunan sarana prasarana wisata, MoU dengan sekolah-sekolah, aksi pungut sampah, kerjasama paket wisata, pelatihan photografer dan interpreter, serta peringatan hari-hari lingkungan hidup dan kehutanan. Dengan promosi ini diharapkan dapat meningkatkan kunjungan wisatawan dan penerima PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak).

“Harapan kami, melalui kegiatan HKAN Tahun 2018 ini akan memberi edukasi, pencerahan dan motivasi serta inspirasi warga masyarakat, guna berperan aktif dalam upaya konservasi alam di Sumatera Utara, dan menjadikan kawasan TWA Sibolangit sebagai salah satu tujuan wisata unggulan di propinsi Sumatera Utara berbasis konservasi,” Ujar Hotmauli mengakhiri sambutannya. (Evan)


Posted in Blog by with no comments yet.